Sabtu, 08 Oktober 2011

Belajar

BELAJAR


a.  Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat. Hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Suryabrata (dalam Khadijah, 2009:43). Dengan demikian, belajar merupakan proses penting yang terjadi dalam kehidupan setiap orang. Karenanya, pemahaman yangbenar tentang konsep belajar sangat di perlukan, terutama bagi kalangan pendidik yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Beberapa definisi belajar yang disampaikan oleh beberapa para ahli, dapat dilihat sebagai berikut :
§  Moh. Surya (1997): "belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya".
§  Witherington (1952): "belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan".
§  Lester D. Crow dan Alice  Crow  (dalam Khadijah, 2009:44) menyatakan belajar adalah perolehan  kebiasaan, pengetahuan dan sikap,termasuk cara baru untuk melakukan sesuatu dan upaya-upaya seseorang dalam mengatasi kendala atau menyesuaikan situasi yang baru"
§  Hilgard dan Bower (dalam Khadijah, 2009:44) "belajar adalah suatu proses dimana sebuah aktivitas di bentuk atau diubah melalui reaksi terhadap situasi yang dihadapi , yang mana karakteristik perubahan tersebut bukan disebabkan oleh kecenderungan respon alami, kematangan atau perubahan sementara karena sesuatu hal. "
§  Di Vesta dan Thompson (1970) : "belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman ".
§  Gage & Berliner : "belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman "
§  Bell-Gredler (dalam Khadijah, 2009:43) menyatakan belajar sebagai proses perolehan berbagai kompetensi, keterampilan, dan sikap (learning is the process by which human being acquire a vast variety of competencies, skills, and attitudes)
Dari berbagai pengertian belajar yang dikemukakan para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa (dalam Khadijah, 2009:46):
1. Belajar adalah sebuah proses yang memungkinkan seseorang memperoleh dan membentuk kompetensi, dan sikap yang baru.
2. Proses belajar melibatkan proses-proses mental internal yang terjadi berdasarkan latihan, pangalaman dan interaksi sosial.
3. Hasil belajar ditunjukkan oleh terjadinya perubahan perilaku (kognitif, afektif, psikomotorik)
4. perubahan yang dihasilkan dari belajar bersifat relatif permanen.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
               Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1. Faktor Internal
               Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
 Kedua, keadaan fungsi jasmani atau fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif.
b. Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat adalah:
1.        kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
2.   Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Maslow seperti yang dikutip dalam Frandsen (dalam Khadijah, 2009:56) mengemukakan motif-motif belajar itu adalah:
1. adanya kebutuhan fisik
2. adanya kebutuhan akan rasa aman
3. adanya akan kebutuhan kecintaan dan penerimaan dari orang lain
4. adanya kebutuhan untuk mendapatkan kehormatan
5. adanya kebutuhan untuk aktualisasi diri.
3. Sikap
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
4. Bakat
bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
5. Minat
Secara sederhana minat ( interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Adanya minat terhadap objek yang dipelajari akan mendorong orang untuk mempelajari sesuatu dan mencapai hasil belajar yang maksimal.
2. Faktor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

Lingkungan sosial                      
a.    Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar
b.  Lingkungan sosial massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.    Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a.       Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b.      Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti  kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c.       Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan.

C. Teori-Teori Belajar
1. Teori belajar behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar diri subyek. Teori ini menekankan proses belajar sebagai perubahan relative permanent pada perilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman.
Pada bagian berikut ini secara berturut-turut akan dideskripsikan secara ringkas pandangan empat tokoh behaviorisme yakni Ivan Petrovich Pavlov, Edward Thorndike, dan Skiner.

1.1. Teori Koneksionisme (Edward Thorndinke)
Teori belajar Edward Thorndike sering disebut juga Connectionism Theory. Menurut teori koneksionisme belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan respons. Bagi Thorndike, perubahan perilaku belajar dapat berwujud perilaku yang konkret dan dapat diamati (observable behavior) serta perilaku yang tidak tampak dan tidak dapat diamati (hidden behavior). Kendati Thorndike tidak mengajukan prosedur pengukuran perilaku dalam teorinya, namun harus diakui bahwa teorinya telah memberikan inspirasi kepada para behaviorist yang datang sesudahnya.
Thorndike  juga membuat rumusan hukum belajar (dalam Khadijah, 2009:64), yaitu:
a. Law of readiness (hukum kesiapan) menyatakan belajar akan terjadi bila ada kesiapan dari
    individu.
b. Law of exercise ( hukum latihan) menyatakan latihan saja tidak cukup, latihan hanya akan
    membawa hasil bila diikuti oleh hadiah atau hukuman.
c. Law of effect ( hukum efek) menyatakan dalam keadaan aksi simetris mungkin dilakukan,
    hadiah lebih kuat pengaruhnya daripada hukuman        

1.2. Teori Classical Conditioning (Ivan Pavlov)
Teori belajar Pavlov dikenal juga dengan istilah Classical Conditioning. Dengan menggunakan kata kunci conditioning, Pavlov hendak menekankan bahwa tidak semua stimulus dapat dianggap sebagai variabel anteseden dari peristiwa belajar. Stimulus yang tidak menyebabkan terjadinya aktivitas disebut sebagai stimulus fisiologis terutama melalui sistem reseptor. Bagi Pavlov, stimulus ini hanya melahirkan refleks dan karena itu tidak dapat dikatagorikan sebagai respons belajar. Stimulus fisiologis biasanya hanya dapat memunculkan refleks, sehingga diperlukan adanya stimulus yang terkondisi untuk merubah refleks menjadi aktivitas belajar. Dengan demikian, respons belajar, lanjut Pavlov, hanya terjadi melalui stimulus yang terkondisi dan terkontrol.
Proses terjadinya respons belajar melalui stimulus yang terkondisi menurut Pavlov, bersifat gradual sehingga diperlukan adanya reinforcement, untuk pemantapan respons belajar, menghindari terjadinya extinction, atau menghilangnya respons belajar yang diharapkan serta mencegah terjadinya spontaneous recovery dalam waktu yang relatif singkat. Dalam argumentasi Pavlov ini terlihat bahwa aktivitas belajar berlansung dalam suatu proses evolusi melalui stimulus terkondisi yang dirancang secara sistematis dan dikontrol secara ketat untuk mendapat perilaku belajar yang memadai.

1.3 Teori Operant Conditioning (Skiner)
Teori belajar Skiner lebih dikenal dengan sebutan operant conditioning theory. Secara garis besar teori Skiner memiliki persamaan dengan teori Pavlov, namun aksentuasi analisisnya berbeda. Starting point analisis Skiner lebih diarahkan pada persoalan reinforcement. Dalam perspektif teori Skiner reinforcement perlu diberikan secara terus menerus maupun secara selang-seling dalam jangka waktu tertentu agar diperoleh hasil belajar yang memadai. Pemberian reinforcement biasanya dilakukan pada awal proses belajar, yaitu ketika seseorang memberikan respons belajar secara benar.
Jika contineous reinforcement diberikan pada awal peoses belajar, maka reinforcement selang-seling diberikan ketika terjadi penurunan respons belajar. Tipe reinforcement ini dapat dibagi menjadi ratio yaitu pemberian reinforcement berdasarkan jumlah respons yang diberikan serta interval yaitu pemberian reinforcement menurut rentang waktu tertentu. Hal penting yang dapat dipelajari dari teori belajar Skiner yaitu (1) proses belajar hendaknya dirancang untuk jangka waktu yang pendek beradasarkan tingkah laku yang dipelajari sebelumnya; (2) pada awal proses belajar perlu ada reinforcement serta kontrol terhadap reinforcement yang diberikan; (3) reinforcement perlu segera diberikan begitu terlihat adanya respons belajar yang benar; (4) subyek belajar perlu diberi kesempatan untuk melakukan generalisasi, dan diskriminasi stimulus sebab hal ini akan memperbesar kemungkinan keberhasilan.

2. Teori Belajar Kognitif
                Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori yang muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan mendasar dalam teori behaviorisme yang lebih mementingkan perubahan perilaku yang tampak. Bagi para penganut teori kognitif, belajar bukan hanya sekadar interaksi antara stimulus dan respons melainkan melibatkan juga aspek psikologis lain (mental, emosi, persepsi) yang menyebabkan orang memberikan respons terhadap sebuah stimulus. Dalam perspektif ini, stimulus bukanlah variabel tunggal yang menyebabkan terjadinya respons melaikan terdapat variabel moderator tertentu yang turut mempengaruhi kemunculan suatu respons. Variabel moderator inilah yang disebut sebagai faktor intenal seperti emosi, mental, persepsi, motivasi dan sebagainya. Berikut ini dipaparkan pemikiran tiga tokoh dalam teori belajar kognitif yang sangat berjasa dalam mengembangkan teori ini, yakni :

2.1 Jean Piaget                              
Jean Piaget merupakan salah satu ilmuan berkebangsaan Prancis (lahir di Neuchetel, Switserland), dan mendapat gelar Ph.D. dalam bidang ilmu Hewan, berminat dalam bidang filsafat dan baru pada tahun 1940 ia menekuni bidang Psikologi. Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema yaitu, stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengoordinasikan lingkungan sekitarnya (Suparno, 1997). Skema pada prinsipnya tidak statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif. Berdasarkan asumsi itulah, Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dipunyai seseorang. Bagi Piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yakni:
1. Asimilasi adalah proses penyesuian persepsi, konsep, pengalaman dan pengetahuan baru ke dalam skema yang telah dimiliki seseorang.
2. Akomodasi yaitu, perubahan skemata ke dalam situasi yang baru. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: (1) membentuk skema baru yang cocok dengan pengetahuan yang baru diperoleh, atau (2) memodifikasi skema yang telah ada agar cocok dengan pengetahuan yang baru diperoleh.
3. Equilibrasi yaitu, proses penyeimbangan berkelanjutan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurut Paiget, belajar adalah proses perubahan secara kualitatif dalam struktur kognitif. Perubahan dimaksud terjadi, manakala informasi atau pengetahuan baru yang diterima sesorang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bersesuaian (diasimilasikan) dengan struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya. Kompleksitas pengetahuan dan struktur kognitif tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya asimiliasi secara mulus. Dalam kasus tertentu asimilasi mungkin saja tidak terjadi karena informasi baru yang diperoleh tidak bersesuaian dengan stuktur kognitif yang sudah ada.
 Dalam konteks seperti ini struktur kongitif perlu disesuaiakan dengan pengetahuan baru yang diterima. Proses semacam ini disebut akomodasi. Penekanan Piaget tentang betapa pentingnya fungsi kognitif dalam belajar didasarkan pada tahap perkembangan kognitif manusia yang dikategorikan dalam suatu struktur hirarkhis terdiri dari enam jenjang, mulai dari tahap sensori-motorik sampai tahap berpikir universal.

2.2 Emil Bruner (Teori Kognitif)
Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Menurut Burner, perkembangan kongitif manusia terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya memandang lingkungan. Ketiga tahap dimaksud meliputi:
1.       Tahap Enaktif, yaitu tahap dimana individu melakukan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan usahanya memahami lingkungan.
2.       Tahap Ikonik, yaitu tahap individu memahami lingkungannya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3.       Tahap simbolik, yaitu tahap dimana individu memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Dalam konteks berpikir yang demikian, Bruner berpendapat bahwa pembelajaran dapat dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu seorang anak sampai mencapai tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan pembelajaran didesain secara baik, maka individu dapat belajar meskipun usianya belum memadai. Dengan logika lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan melalui materi yang dirancang sesuai dengan karakteristik kultural siswa.

3. Teori Belajar Konstruktivis
            Fosnot (dalam Khadijah, 2009:76) mengatakan konstruktivis adalah teori tentang pengetahuan dan belajar yang menguraikan tentang apa itu “mengetahui” (knowing) dan bagaimana seseorang “menjadi tahu” (comes to know). Konstruktivis memandang ilmu pengetahuan bersifat non objective, temporer, dan selalu berubah.
            Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Khadijah, 2009:78), ada empat cirri konstruktivis yaitu: (1) dalam proses belajar, individu mengembangkan pemahaman sendiri, bukan pemahaman orang lain. (2) proses belajar sangat terhantung pada pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. (3) fasilitas belajar oleh interaksi social. (4) belajar yang bermakna (meaningful learning) timbul dalam tugas-tugas belajar yang otentik.
            Dari berbagai pandangan kontruktivis yang ada, ada dua pendangan yang mendominasi (dalam Khadijah, 200:78), yaitu:
1. Teori Individual Cognitive Constructivist
            Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget yang menekankan pada aktivitas belajar yang di tentukan oleh pemelajar dan berorientasi penemuan sendiri.
2. Teori Sociocultural Construtivist
Teori ini dikemukakan oleh Lev Lygotsky, yang berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan Kauchack, dalam Khadijah, 2009:81)

D. Implikasi Belajar Dalam Pendidikan/ Pembelajaran
Pengertian belajar dapat diartikan secara khusus, berdasarkan aliran psikologi tertentu. Pengertian belajar menurut aliran-aliran tersebut sebagai berikut: Menurut psikologi daya pembelajaran adalah upaya melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia supaya menjadi lebih tajam atau lebih berfungsi. Adapun prinsip-prinsip belajar yang perlu diperhatikan terutama oleh pendidik ada 8 yaitu:
1.      Perhatian, Sebelum pembelajaran dimulai guru hendaknya menarik perhatian siswa agar siswa berkonsentrasi dan tertarik pada materi pelajaranyang sedang diajarkan.
2.    Motivasi. Jika perhatian siswa sudah terpusat maka langkah guru selanjutnya memotivasi siswa. Walaupun siswa udah termotivasi dengan kegiatan awal saat guru mengkondisikan agar perhatian siswa terpusat pada materi pelajaran yang sedang berlangsung.
3.  Keaktifan siswa. Pembelajaran yang bermakna apabila siswa aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru, tetapi siswa beraktivitas langsung. Dalam hal ini guru perlu menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas siswa.
4.      Keterlibatan langsung, pelibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran adalah penting. Siswalah yang melakukan kegiatan belajar bukan guru. Supaya siswa banyak terlibat dalam proses pembelajaran, guru hendaknya memilih dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
5.      Pengulangan belajar. Penguasaan meteri oleh siswa tidak bisa berlangsung secara singkat. Siswa perlu melakukan pengulangan-pengulangan supaya meteri yang dipelajari tetap ingat.
6.      Materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang siswa merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya.
7.      Balikan atau penguatan kepada siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar jika sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun, hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan.
8.      Aspek-aspek psikologi lain, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan individu baik secara fisik maupun secara psikis akan mempengaruhi cara belajar siswa tersebut, sehingga guru perlu memperhatikan cara pembelajaran yang diberikan kepada siswa tersebut misalnya, mengatur tempat duduk, mengatur jadwal pelajaran , dll.

d. Implikasi Belajar dalam Pendidikan atau pembelajaran
            Implikasi perkembangan teori belajar sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dsb. Teori kognitif, pembelajaran lebih dititik beratkan pada perolehan pengetahuan oleh siswa, guru membimbing siswa untuk memiliki pengetahuan yang hendak dituju. Sedangkan aliran humanistik pembelajaran yang memanusiakan manusia. Guru mengakui siswa sebagai individu yang punya kemampuan dan harga diri. Aliran yang terbaru yaitu Teori kontemporer pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa hendaknya menarik, merangsang siswa untuk berpikir dan guru dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tuangkan komentar anda di sini!