Rabu, 21 Desember 2011

MODEL PEMBELAJARAN ASSURE ( Menciptakan Pengalaman Belajar )

A.  DEFINISI MODEL ASSURE
          Sekarang ini para pengajar atau guru dihadapkan dengan tantangan bagaimana cara mengajar degan baik dan bisa diterima baik oleh para muridnya. Tentu saja ini bukan tantangan ringan, karena tiap pengajar dari tiap daerah mempunyai kelebihan dan kekurangan dari berbagai aspek pendidikan, entah itu fasilitasnya,

PRINSIP-PRINSIP VISUAL MERANCANG MATERI YANG EFEKTIF

PENDAHULUAN

Salah satu peranan visual dalam pembelajaran adalah sebagai sarana untuk menyediakan atau memberikan refensi yang konkret tentang sebuah ide, kata-kata tidak dapat mewakili dan menyuarakan benda karena visual bersifat iconic (tanpa kata sudah menunjukan arti), oleh karena itu setiap kata memiliki kesamaan dengan benda yang di rujuk.  Beberapa manfaat visual dalam pembelajaran antara lain visual dapat

Rabu, 30 November 2011

development and research (penelitian pengembangan)

Metode Ini Merupakan Perbaikan Metode yang dikembangakan dari Dick dan Canney (Borg and Gall, 2003)

1. Studi Pendahuluan

a. Analisis Kebutuhan: Untuk melakukan analisis kebutuhan ada beberapa kriteria, yaitu 1) Apakah produk yang akan dikembangkan merupakan hal yang penting bagi pendidikan? 2) Apakah produknya mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan? 3) Apakah SDM yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang akan mengembangkan produk tersebut ada? 4) Apakah waktu untuk mengembangkan produk tersebut cukup?

b. Studi Literatur: Studi literatur dilakukan untuk pengenalan sementara terhadap produk yang akan dikembangkan. Studi literatur ini dikerjakan untuk mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan pengembangan produk yang direncanakan.

c. Riset Skala Kecil: Pengembang sering mempunyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan mengacu pada reseach belajar atau teks professional. Oleh karenanya pengembang perlu melakukan riset skala kecil untuk mengetahui beberapa hal tentang produk yang akan dikembangkan.

2. Merencanakan Penelitian: yaitu merencanakan penelitian. Perencaaan penelitian R & D meliputi: 1) merumuskan tujuan penelitian; 2) memperkirakan dana, tenaga dan waktu; 3) merumuskan kualifikasi peneliti dan bentuk-bentuk partisipasinya dalam penelitian.

3. Pengembangan Desain: langkah ini meliputi: 1) Menentukan desain produk yang akan dikembangkan (desain hipotetik); 2) menentukan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan selama proses penelitian dan pengembangan; 3) menentukan tahap-tahap pelaksanaan uji desain di lapangan; 4) menentukan deskripsi tugas pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian.

4. Uji Ahli I
1) Ahli Konten (Subject Matter )
2) Ahli Pendidikan
3) Ahli Multimedia
5. Revisi I
Revisi I adalah revisi berdasarkan pendapat dan masukan para ahli

6. Preliminary Field Test: langkah ini merupakan uji produk secara terbatas.
Langkah ini meliputi: 1) melakukan uji lapangan awal terhadap desain produk; 2) bersifat terbatas, baik substansi desain maupun pihak-pihak yang terlibat; 3) uji lapangan awal dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun metodologi.

7. Revisi II
Revisi II adalah revisi berdasarkan pendapat, kesulitan, dan keinginan dari para pengguna

8. Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas: langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji lapangan terbatas.

9. Uji Ahli II
1) Ahli Konten (Subject Matter )
2) Ahli Pendidikan
3) Ahli Multimedia

10. Revisi III
Revisi III adalah revisi berdasarkan pendapat dan masukan para ahli

11. Main Field Test: langkah merupakan uji produk secara lebih luas. Langkah ini meliputi 1) melakukan uji efektivitas desain produk; 2) uji efektivitas desain, pada umumnya, menggunakan teknik eksperimen model penggulangan; 3) Hasil uji lapangan adalah diperoleh desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi.

12. Revisi Hasi Uji Lapangan Lebih Luas: langkah ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih luas dari uji lapangan yang pertama.

13. Uji Kelayakan: Langkah ini meliputi sebaiknya dilakukan dengan skala besar: 1) melakukan uji efektivitas dan adaptabilitas desain produk; 2) uji efektivitas dan adabtabilitas desain melibatkan para calon pemakai produk; 3) hasil uji lapangan adalah diperoleh model desain yang siap diterapkan, baik dari sisi substansi maupun metodologi.

14. Revisi Final Hasil Uji Kelayakan: Langkah ini akan lebih menyempurnakan produk yang sedang dikembangkan.

15. Desiminasi dan Implementasi Produk Akhir: Laporan hasil dari R & D melalui forum-forum ilmiah, ataupun melalui media massa. Distribusi produk harus dilakukan setelah melalui quality control.

apa itu E-learning?

Pengertian E-Learning
Print
E-mail

Sekilas perlu kita pahami ulang apa e-Learning itu sebenarnya. E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada. Ada beberapa pengertian berkaitan dengan e-Learning sebagai berikut :

Pembelajaran jarak jauh.

E-Learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di Semarang, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota lain bahkan di negara lain. Interaksi bisa dijalankan secara on-line dan real-timeataupun secara off-line atau archieved.
Pembelajar belajar dari komputer di kantor ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal ataupun jaringan Internet ataupun menggunakan media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/universitas, atau perusahaan penyedia content tertentu. Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat dari mana ia mengakses pelajaran.

Pembelajaran dengan perangkat komputer

E-Learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-Learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar.

Pembelajaran formal vs. informal

E-Learning bisa mencakup pembelajaran secara formal maupun informal. E-Learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-Learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-Learning untuk umum. E-Learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).

Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli di bidang masing-masing.

Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu:
Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan yang disampaikan
Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-Learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari
Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari
Ahli bidang Learning Management System (LMS). Mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya.
Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh.
E-Learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-Learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.

Senin, 28 November 2011

Jenis-jenis Penelitian

Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, misalnya: 
Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. 

Penelitian historis menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dengan pendekatan historis. Proses penelitiannya meliputi pengumpulan dan penafsiran fenomena yang terjadi di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk memahami, meramalkan atau mengendalikan fenomena atau kelompok fenomena. Penelitian jenis ini kadang-kadang disebut juga penelitian dokumenter karena acuan yang dipakai dalam penelitian ini pada umumnya berupa dokumen. Penelitian historis dapat bersifat komparatif, yakni menunjukkan hubungan dari beberapa fenomena yang sejenis dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan; bibliografis, yakni memberikan gambaran menyeluruh tentang pendapat atau pemikiran para ahli pada suatu bidang tertentu dengan menghimpun dokumen-dokumen tentang hal tersebut : atau biografis, yakni memberikan pengertian yang luas tentang suatu subyek, sifat dan watak pribadi subyek, pengaruh yang diterima oleh subyek itu dalam masa pembentukan pribadinya serta nilai subyek itu terhadap perkembangan suatu aspek kehidupan.
 
Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada masa sekarang. Prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain. 

Penelitian teoritis adalah penelitian yang hanya menggunakan penalaran semata untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Proses penelitian dapat dimulai dengan menyusun asumsi dan logika berpikir. Dari asumsi dan logika tersebut disusun praduga (konjektur). Praduga dibuktikan atau dijelaskan menjadi tesis dengan jalan menerapkan secara sistematis asumsi dan logika. Salah satu bentuk penerapan asumsi dan logika untuk membentuk konsep guna memecahkan soal adalah membentuk model kuantitatif. Dalam beberapa penelitian teoritis tidak diadakan pengumpulan data. 

Penelitian ekperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan sebab-akibat dan pengaruh faktor-faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak digunakan model kuantitatif. 
Penelitian rekayasa (termasuk penelitian perangkat lunak) adalah penelitian yang menerapkan ilmu pengetahuan menjadi suatu rancangan guna mendapatkan kinerja sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Rancangan tersebut merupakan sintesis unsur-unsur rancangan yang dipadukan dengan metode ilmiah menjadi suatu model yang memenuhi spesifikasi tertentu. Penelitian diarahkan untuk membuktikan bahwa rancangan tersebut memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Penelitian berawal dari menentukan spesifikasi rancangan yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan, memilih alternatif yang terbaik, dan membuktikan bahwa rancangan yang dipilih dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan secara efisiensi, efektif dan dengan biaya yang murah. Penelitian perangkat lunak komputer dapat digolongkan dalam penelitian rekayasa. 

Minggu, 20 November 2011

Apa itu Pembelajaran Tematik

Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.  Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang emnjadi pembicaraan, Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :
  • Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
  • Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
  • Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
  • Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
  • Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan maka belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
  • Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
  • Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik. Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu :
  • Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
  • Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
  • Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
  • Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
  • Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
  • Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
  • Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.

Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memilki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.

Apa itu Pembelajaran Kooperatif?

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa [1].
Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif [2]. Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning [3]. Dalam pelaksanaannya metode ini membantusiswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
  • untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama
  • kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
  • jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
  • penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
  • Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
  • Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
  • Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :
FaseIndikatorAktivitas Guru
1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswaGuru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
2Menyajikan informasiGuru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajarGuru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien
4Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
5EvaluasiGuru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6Memberikan penghargaanGuru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.
Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan model pembelajaran kooperatif di kelas, diantaranya:
  1. pilih pendekatan apa yang akan digunakan, misal STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok, dll.
  2. Pilih materi yang sesuai untuk model ini
  3. mempersiapkan kelompok yang heterogen
  4. menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa
  5. merencanakan waktu, tempat duduk yang akan digunakan.
Beberapa pendekatan pada model pembelajaran kooperatif dan perbandingannya:
Pendekatan
Unsur
STADJigsawKelompok PenyelidikanPendekatan Struktur
Tujuan KognitifInformasi akademik sederhanaInformasi akademik sederhanaInformasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiriInformasi akademik sederhana
Tujuan SosialKerjasama dalam kelompokKerjasama dalam kelompokKerjasama dalam kelompok kompleksKeterampilan kelompok dan sosial
Struktur KelompokKelompok heterogen dengan 4-5 orangKelompok heterogen dengan 5-6 orang dan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahliKelompok homogen dengan 5-6 orangKelompok heterogen dengan 4-6 orang
Pemilihan topikOleh guruOleh guruOleh siswaOleh guru
Tugas utamaMenggunakan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materiMempelajari materi dalam kelompok ahli dan membantu kelompok asal mempelajari materimenyelesaikan inkuiri kompleksMengerjakan tugas yang diberikan baik social maupun kognitif
PenilaianTes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuisBervariasi, misal tes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuisMenyelesaikan proyek dan menulis laporan.

Sabtu, 19 November 2011

Apa itu profesi kependidikan?

Pengertian Profesi

Istilah “profesi” sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada “guru” karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian “profesi” dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah “profesi” yaitu istilah professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara tepat, berikut ini akan diberikan pengkelasan singkat mengeni pengertian istilah-istilah tersebut.

“Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan “guru professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan “profesional’’ didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: “professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain”.

“Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna proesional.

“Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu “keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
“Profesionalisasi” adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Minggu, 06 November 2011

KONSEP DASAR PENGETAHUAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR PENGETAHUAN

PENGERTIAN
Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Namun sebagian besar pengetahuan seseorang didapat melalui panca indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, 2007).

TINGKAT PENGETAHUAN
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1. Know (Tahu)
Yaitu mengingat, menghafal suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Comprehension (Pemahaman)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasi dengan benar.
3. Application (Penerapan)
Yaitu kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip dan prosedur materi yang telah dipelajari pada waktu, situasi atau kondisi sesungguhnya.
4. Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek dalam bentuk komponen-komponen. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan/membuat bagan, membedakan atau memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
5. Synthesis (Sintesis)
Yaitu kemampuan untuk melakukan/menghubungkan bagian-bagian kedalam satu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulir baru dengan formasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain evaluasi adalah kemampuan untuk menilai dan menyusun formulir dari formula-formula yang ada.
Berdasarkan hal tersebut diatas disebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses mulai dari mengingat, memahami, selanjutnya mampu melanjutkan ,menjabarkan dan mampu untuk menilai dari suatu objek atau stimulus tertentu (Notoadmojo, 2003).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007):
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan dan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusahan untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN
Menurut Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua :
1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :
1). Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.
2). Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3). Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
4). Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Deduksi yaitu : pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.

2. Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan mengembangkan metode berfikir induktif. Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan dan diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum.
Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan membuat pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.
Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-ciri atau unsur-unsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip-prinsip umum yang dikembangkan sebagai dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berfikir deduktif-induktif.Venvikatif sehingga melahirkan suatu cara penelitian yang dikenal dengan metode penelitian ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Jumat, 04 November 2011

Sejarah Perkembangan Teknologi Pendidikan


Sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan telah berlangsung dari waktu yang lama sekali, banyak pendapat dan kejadian sejarah yang mendasari awal perkembangan Teknologi Pendidikan, terutama yang berkaitan dengan perkembangan instruksional. Untuk itu penulis mencoba sedikit menguraikan kembali sekelumit hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan ( pengajaran dan intruksional ).
Sejarah perkembangan teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung bagaimana jabatan dan pola pikir tlah dibawa bersama sama untuk menciptakan bidang galian dari teknologi pendidikan . peserta didik dari teknologi pendidikan sepanjang tahun 1960 pada umumnya mengikuti salah satu dari dua jalur berikut yaitu pendekatan Audio Visual atau belajar terprogram yang masing masing telah dihubungkan dengan sejumlah kerangka konseptual, adopsi praktis dari kegitan mereka, pelatihan dan kepribadian mereka.

Bagaimana gerakan terbentuknya teknologi pendidikan dimulai oleh salah satu pakar yaitu Dr. James Finn, yang pada saat itu menjadi kepala devisi pendidikan audio visual (DAVI), salah stu tulisan Finn yang terkenal adalah tentang Teknologi dan Proses Pembelajaran. argument utamanya adalah bahwa dalam banyak bidang, masyarakat Amerika Utara telah diubah oleh teknologi dan teknologi itu tak bisa diacuhkan pengaruhnya terhadap pendidikan, cepat atau lambat.

Pada waktu itu dua kecendrungan utama yang dapat membedakan tetapi mereka mengalirkan pada arah kebalikan, yaitu : yang pertama adalah kecendrungan ke arah pembelajaran teknologi masa , seperti dngan mencotohkan keunggulan televisi. Dan yang kedua adalah kecendrungan ke arah individualisme.

Teknologi Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan kategori jabatan baru pada tahun 1960, tetapi sebelum itu banyak peristiwa sejarah yan menajad dasar dari sebuah pondasi teknologi pendidikan secara keseluruhan. Seperti psejaran perkembangan Instruksional atau pengajaran. Disinni penulis akan menuliskan lebih lanjut mengenai sejarag perkembangan tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi Instruksional, terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka membaginya ke dalama beberapa priode, di antaranya :

a. Periode 1932 – 1959
Brown (1984) membahas penjelasan yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi instruksional. Seattler mengemukakan bahwa teknologi instruksional memiliki dua landasan filosofis dan teoritis yang sangat berbeda, yaitu; physical science dan yang kedua behavior sicence.

Seattler menjelaskan bahwa konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya berarti penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, seperti projektor, tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk menyajikan sekolompok materi instruksional., cirinya adalah bahwa konsep ini memandang berbagai media sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan untu lebih memperhatikan alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual siswa atau materi pelajaran.
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor atau gambar hidup).


a. Periode 1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan terhadap prgeseran teoritis secara besar besaran berkenan dengan teknologi intruksional pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa peluncuran sputnik pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu, terutama di Amerika, sekolah dikritik karena kegagalannya mengjarkan science dan matematika dalam kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan kepada teknologi instruksional, akibatnya terdapat dua konstruk teoritis muncul secar bersamaan yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional. Pertama yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme terhadap semua pendekatan belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem sistem yang datang dari teknik mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini akhirnya melahirkan dan saling melengkapi yang disebut dengan Pengajaran Terprogram. Gerakan kaum behavioris melahirkan pegembangan tujuan behavioral, karena diperlukan perumusan tingkah laju lebih lanjut dalam merancang sebuah proses pembelajaran.

b. Periode 1970 – 1983.
Mendekati akhir tahun 1970, muncul kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak ahli pikologi yang mengsulakan hal tersebut, salah satunya Wittrock.menurutnya penekatan kognitif berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingungan , orang atau fktor eksternal lainnya.

c. Periode 1983 – muthakir.
Pada masa ini berlangsung kekacau balauan akibat pertengan dari landasan teoritik teknologi instruksional. Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan kepada para perintis audio Visual. Seperti Salomon, yang menganggap audio visual itu sebagai agen informasi dan bukan sebagai stimulus yang langsung untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa media tidak lebih dari kendaraan yang menganku para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan memberi sumbangan terhadappemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :

A. Metode Kaum Sofi.
Perkembangan dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor.
Pandangan ajaran kaum Sofi didasarkan atas;
1. Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah permbeelajaran dapat diarahkan secara efektif.
2. Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspk-aspek moral dan hukum.
3. Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4. Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
5. Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.

B. Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsfat, metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanny berlangung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.

C. Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulka jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.

D. Metoda Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa menulis.

E. Metoda Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang bari itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapt dikatakan bahwa perintisan ke arah peendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk, posisi dan warna disain.

F. Metoda Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya. Karena itulah Froebel mendikrikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak – kanak. Metoda pengajaran Kindergasten dari Froebel meliputi kegiatan berikuti :

a. Bermain dan bernyanyi
b. Membentuk dengan melakukan kegiatan.
c. Grift dan Occupation.

G. Metoda Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral
sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. 
Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.



Rabu, 26 Oktober 2011

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA

1. Landasan Historis

Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.
Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran an petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya.

2.                       Landasan Kultural
Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.

i. Landasan Yuridis
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.

ii. Landasan Filosofis
Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Landasan Politik dalam Pendidikan


Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.selanjutnya
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama.
Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan pendidikan. Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan. (Suhartono, 2008 :103)
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, landasan politik penting untuk melatih jiwa masyarakat, berbangsa dan bertanah air dan juga dapat dimaknai sebagai suatu studi untuk mengkritisi suatu system pemerintahan dan pemerintah yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan amanat.
Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada politik pendidikan masyarakat.
Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tak memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.
Dengan kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya sudah lebih maju. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945.

B.       Kebijakan Politik dalam Pendidikan
Dalam usia 63 tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan kita tampaknya masih terpasung kepentingan politik praktis dan ambiguitas kekuasaan. Padahal, politik dan kekuasaan suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan.
Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik dan kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan mencerahkan peradaban bangsa ini.
Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara.
Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus. Pertanyaannya kini, bagaimanakah realitas politik pendidikan kita saat ini?
Semenjak kemerdekaan sampai dengan era reformasi perjalanan politik pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu di era orde lama, pada tahun 1954, di era orade baru, dan sat ini di era reformasi.

C.       Kebijakan pendidikan di era orde lama ditahun 1954.
Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.
Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.

D.       Kebijakan politik pendidikan nasional di era orde baru
Dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi.
Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang ‘yes man’, selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah birokrat yang“sendikho dhawuh”. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Orang-orang atau cendekia yang idealis, kritis, dan inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.
Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan sangat mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. (Mu’arif, 2008:13)
Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam, ya serba seragam.

E.       Kebijakan politik pendidikan di era reformasi.
Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up.
Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.
Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.
Kebijakan politik yang paling di sorot pada masa ini adalah kebijakan- kebijakan tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, hingga yang diterapkan saat ini yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan pro dan kontra yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional.
  1. Otonomi Daerah dalam bidang pendidikan
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita  masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.
Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang Peribangan Keuangan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari TK sampai dengan SMA menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi..
Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, signal-signal adanya banyak masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar tanggung jawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemda karena besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, di lain pihak, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.
  1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan angin segar bagi dunia pendidikan dasar dan menengah. KTSP dimaknai sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Ini berarti satuan pendidikan tertantang untuk menterjemahkan standar isi yang ditentukan oleh Depdiknas. Bahkan diharapkan sekolah mampu mengembangkan lebih jauh standar isi tersebut.
Meskipun sekolah diberi kelonggaran untuk menyusun kurikulum, namun tetap harus memperhatikan rambu-rambu panduan KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hal ini diharapkan agar selalu ada sinkronisasi antara standar isi dan masing-masing KTSP.
Dalam prakteknya, peluang ini juga akan menghadapi kendala yang tidak ringan, Pertama, belum semua guru atau bahkan kepala sekolah mempunyai kemampuan untuk menyusun kurikulum. Kedua, semua komite sekolah atau bahkan orang Depdiknas belum memahami tatacara penyusunan sebuah kurikulum yang baik. Ketiga, kebingungan pelaksana dalam menerjemahkan KTSP.
Sudah sering dikemukakan oleh berbagai kalangan, ketidaklogisan KTSP terjadi karena seolah diberikan kebebasan untuk mengolaborasikan kurikulum inti yang dibuat Depdiknas, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah dengan melalui Ujian Nasional (UN) justru yang paling menentukan kelulusan siswa.
  1. Ujian Nasional
Kebijakan pemerintah melaksanakan Ujian Nasional selalu menghadirkan pro dan kontra. Bagi yang sependapat UN merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah di negeri ini. Sementara bagi yang kontra, UN justru akan membebani siswa dalam belajar. Bahkan menjadi hantu yang menakutkan dan kemungkinan besar justru mematikan potensi anak.
Lepas dari setuju tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan, kenapa UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan? Adilkan suka duka siswa dalam belajar selama tiga tahun hanya ditentukan nasibnya selama tiga hari pelaksanaan UN?
 Kontroversi mengenai ujian nasional (UN) kebijakan ini dengan jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi kalau suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, di mana visi pendidikan kita yang mencerdaskan itu ? Inilah yang membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Sasaran apa yang hendak dicapai?
Kita menghadapi persoalan sangat mendasar dalam konteks kebijakan ini. Apakah dengan adanya Ujian Nasional ini mutu pendidikan kita bisa ditingkatkan? Sayang sekali pertanyaan ini selalu luput dari perhatian.
Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh Ujian Nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini kita sering menjadikannya sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan kita semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji seperti korupsi, manipulasi anggaran, dan kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.

  1. Realitas Politik Pendidikan
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam realitasnya, kita menyaksikan ternyata kebijakan dan praktik pendidikan kita masih jauh panggang dari api.
Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada 2008 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru.
Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah, Pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang.
Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Ini menjadi persoalan mendesak, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya.
Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajarannya.
Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan maju dan berdaya saing.

  1. Penutup
Keberanian kaum pendidik meluruskan arah pemikiran politisi tentang pendidikan sudah barang tentu merupakan terobosan besar, yang pada saatnya nanti diharapkan akan mampu melahirkan suatu budaya politik baru, budaya politik yang akan mendorong pelaku politik kita bertindak jujur dan cerdas, atau paling tidak bersedia meredusir unsur-unsur hedonistis dan mengoptimalkan watak humanistik-patriotik.
Semoga kita secara bersama mampu memerdekakan politik pendidikan yang prospektif dan menjanjikan kemajuan masa depan bangsa. Sehingga, cita-cita untuk menjadi bangsa besar yang berperadaban tinggi mampu kita raih.

DAFTAR PUSTAKA
Chan, Sam M, Tuti T. Sam. 2006. Ananlisis SWOT. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan. Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa. Yogyakarta : Pinus Book Publisher

Satmoko, Retno Sriningsih, 1999. Landasan Kependidikan. Pengantar ke arah Ilmu Pendidikan Pancasila. Semarang : CV IKIP Semarang Press
Suhartono, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan. Sebuah Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Pidarta, Made. 2006. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Wahyudin, Dinn, D. Supriadi, Ishak Abdulhak. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.